Berbicara Kotor

Imam Al-Ghazali
Riwayat dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhah, dari Rasulullah saw, bersabda:
“Tuhanku mendidikku, dan Dia mendidik adabku dengan baik.”

Harus dibaca juga..

 

Kebiasaan berbicara kotor harus segera dihentikan, karena sangat berpengaruh terhadap hati. Secara khusus, lisan merupakan proyektor hati. Setiap kata yang terucap akan membekas di dalam hati dan akan tergores di dalam benaknya. Karenanya, bila lisan berkata dusta, akan terjelma gambaran dusta di dalam hati, dan dengan demikian hati pun akhirnya berkecenderungan melakukan penyimpangan. Demikian pula bila lisan mengobral kata yang tidak berguna, hati pun menjadi pekat dan akhirnya mematikan hati.
Tidak mengherankan bila Rasulullah saw sangat memperhatikan ‘ perkara lisan ini. Dalam beberapa hadis beliau bersabda, “Barangsiapa menjaminkan kepadaku dengan menjaga lisan dan kemaluannya, maka aku akan menjaminnya masuk surga.”
Suatu ketika beliau ditanya tentang faktor yang banyak menyebabkan orang masuk neraka, Nabi saw menjawab, “Yaitu dua lubang: lisan dan kemaluan.”

Sabdanya pula, “Sesungguhnya manusia itu disungkurkan ke dalam neraka hanya lantaran lisannya.”Juga sabdanya, “Barangsiapa diam, maka selamat.”

Suatu ketika Mu’adz bin Jabal r.a. bertanya kepada Nabi saw, “Pekerjaan apakah yang paling utama?” Lalu beliau menampakkan lisan dan meletakkan tangan beliau pada lisan, seraya bersabda, ;”Sesungguhnya kebanyakan dosa manusia berpangkal dari lisannya.”
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah berkata baik atau diam.” (H.r. Bukhari Muslim).

Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa banyak bicara, maka banyak salahnya, dan barangsiapa banyak salahnya berarti banyak pula dosanya, dan barangsiapa banyak dosanya, maka neraka lebih layak baginya.” (AI-Hadits).

Penyakit Lisan
Sebenarnya bencana dan penyakit lisan itu ada dua puluh, sebagaimana kami uraikan dalam Al-Ihya’, Bab “Penyakit Lisan”. Namun panjang uraiannya. Anda cukup dengan memahami satu ayat ini:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisik mereka, kecuali bisik-bisik dari orang yang menyuruh memberi sedekah atau berbuat ma’ruf.” (Q.s. An-Nisa’: 114).

Maknanya, Anda jangan bicara kecuali memiliki arti bagi diri Anda. Anda cukup membatasi yang penting-penting saja. Itu akan menyelamatkan.
Anas r.a. berkata, “Seorang pemuda mati syahid di Perang Uhud, sedang di perutnya ada batu yang mengganjal karena lapar. Kemudian ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya sambil berkata, ‘Nikmatilah surga, anakku!’ Lalu Rasulullah saw bersabda, ‘Dan apa yang menunjukkan kamu, kalau ia bicara tidak pada tempatnya, dan melarang sesuatu yang tidak membahayakannya’.”
Batasan bicara yang tidak berarti, apabila pembicaraan itu ditinggalkan, maka tidak menghilangkan pahala, dan tidak membuatnya bahaya. Kalau seseorang membatasi hal demikian, akan sedikit bicara. Seorang hamba seharusnya mengoreksi diri atas semua yang tiada berarti baginya. Dzikir kepada Allah swt. tentunya akan menjadi pengganti lebih baik, karena dzikir termasuk simpanan kebahagiaan. Masuk akalkah apabila harta terpendam dibiarkan, lantas memilih lumpurnya? Dalam hal ini pun, jika pembicaraannya tidak mengandung dosa. Kalau mengandung dosa, berarti la meninggalkan harta terpendamnya, lalu mengambil api neraka.

Termasuk omongan yang tidak berarti adalah cerita-cerita soal wisata, ragam menu makanan luar negeri, kebiasaan-kebiasaan mereka, perilaku manusia, soal industri dan perdagangan. Semua itu merupakan obyek yang membuat manusia asyik di dalamnya.
Barangkali Anda ingin tahu sebagian penyakit tersebut. Dari dua puluh macam penyakit lisan, tersimpul pada lima macam penyakit: dusta, ghibah (menggunjing), berdebat secara konfrontatif, senda gurau dan puj’ian.

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.